UNDANG-UNDANG PERATURAN PEMBANGUNAN
UNDANG-UNDANG No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
Pengertian Rumah
Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang rumah, adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnyayang dipakai sebagai tempa t tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992
Pengertian Perumahan
Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasaran dan prasarana lingkungan (pasal 1 ayat 3).
Menurut Undang Undang No. 4 tahun 1992 pasal 3, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Jadi perumahan adalah, kelompok rumah yang berfungsi sebagai kumulan rumah atau lingkungan hunian yang berkaitan erat dengan masyarakat.
Seperti yang tertuang dalam Undang Undang No. 4 tahun 1992 tentang hak memiliki rumah dan kewajiban yang diatur oleh pemerintah, yang tertulis pada:
pasal 5
ayat 1: Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Ayat 2: Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 6 ayat 2: Pembangunan rumah atau perumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis.
Pasal 7 ayat 1: Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib: a. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif;b.melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkunganc. melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan
KEBIJAKAN RUMAH SUSUN
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.
Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu Undang-undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (“UURS”). Definisi rumah susun menurut Pasal 1 butir (1) UURS adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Peraturan perundang-undangan yang utama mengatur mengenai rumah susun adalah Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (diundangkan pada tanggal 26 April 2009). Selain itu masih ada beberapa peraturan khusus lain yang berkaitan dengan rumah susun.
Arah kebijaksanaan rumah susun di Indonesia tercantum dalam UURS berisi 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
1. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan, dengan mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan penduduk;
2. Konsep pembangunan hukum, dengan menciptakan hak kebendaan baru yaitu satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah dan menciptakan badan hukum baru yaitu Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik satuan rumah susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan rumah susun;
3. Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya kredit konstruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih dibangun
Berdasarkan arah kebijaksanaan tersebut, maka tujuan pembanguan rumah susun adalah:
1. Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat;
2. Untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang;
3. Untuk meremajakan daerah-daerah kumuh;
4. Untuk mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan;
5. Untuk mendorong pemukiman yang berkepadatan penduduk
-
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
Pemerintah diharapkan untuk berusaha meningkatkan pemahaman terhadap kondisi sosial dan ekonomi permukiman kumuh dan rumah-rumah liar, sedangkan sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,
1. pasal 27 yaitu :
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kualitas permukiman;
(2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Berupa kegiatan-kegiatan : perbaikan atau pemugaran; peremajaan; pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan;
(3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.
2. pasal 28 yaitu : (1) Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni; (2) Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat, melaksanakan program peremajaan lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni; (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
HUKUM PERIKATAN UNDANG-UNDANG
Definisi
Suatu perikatan dapat lahir karena perjanjian ataupun karena undang-undang. Perikatan yang timbul karena Undang-Undang ialah perikatan yang lahir dari undang undang karena akibat dari perbuatan manusia, jadi bukan orang yang berbuat itu menetapkan adanya perikatan, melainkan UU yang menetapkan adanya perikatan. Dalam perikatan yang timbul dari UU, tidak berlaku asas kontrak seperti halnya yang ada pada perikatan yang timbul dari perjanjian.
Suatu perikatan yang bersumberkan dari perjanjian lahir karena hal tersebut memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian sedangkan perikatan yang bersumberkan dari undang-undang lahir karena kehendak pembuat undang-undang dan diluar kehendak para pihak yang bersangkutan.
Perbedaannya yang menonjol adalah pada sumbernya, jadi perikatan yang timbul karena UU walaupun tidak ada kesepakatan antara para pihak, perikatan ini tetap berlaku. ( tidak berlaku asas kontrak) sedangkan perikatan yang timbul dari perjanjian, perikatan itu ada apabila sudah ada perjanjian antara para pihak (berlaku asas kontrak). Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal-hal. Perjanjian dapat berupa lisan atau tulisan namun pada masa ini untuk kepentingan para pihak dan untuk mengurangi kemungkinan adanya kesulitan dalam proses pembuktian apabila di kemudian hari terjadi sengketa, dalam membuat suatu perjanjian biasanya dilakukan secara tertulis dalam bentuk kontrak yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan
Perbuatan melawan hukum
Pasal 1365 :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1365 KUH Perdata menentukan bahwa :
“Setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.
Syarat-syarat tersebut ialah :
UNDANG-UNDANG No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
Pengertian Rumah
Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang rumah, adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnyayang dipakai sebagai tempa t tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992
Pengertian Perumahan
Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasaran dan prasarana lingkungan (pasal 1 ayat 3).
Menurut Undang Undang No. 4 tahun 1992 pasal 3, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal. Jadi perumahan adalah, kelompok rumah yang berfungsi sebagai kumulan rumah atau lingkungan hunian yang berkaitan erat dengan masyarakat.
Seperti yang tertuang dalam Undang Undang No. 4 tahun 1992 tentang hak memiliki rumah dan kewajiban yang diatur oleh pemerintah, yang tertulis pada:
pasal 5ayat 1: Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Ayat 2: Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 6 ayat 2: Pembangunan rumah atau perumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis.
Pasal 7 ayat 1: Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib: a. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif;b.melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkunganc. melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan
KEBIJAKAN RUMAH SUSUN
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.
Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu Undang-undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (“UURS”). Definisi rumah susun menurut Pasal 1 butir (1) UURS adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Peraturan perundang-undangan yang utama mengatur mengenai rumah susun adalah Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (diundangkan pada tanggal 26 April 2009). Selain itu masih ada beberapa peraturan khusus lain yang berkaitan dengan rumah susun.
Arah kebijaksanaan rumah susun di Indonesia tercantum dalam UURS berisi 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
1. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan, dengan mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan penduduk;
2. Konsep pembangunan hukum, dengan menciptakan hak kebendaan baru yaitu satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah dan menciptakan badan hukum baru yaitu Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik satuan rumah susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan rumah susun;
3. Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya kredit konstruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih dibangun
Berdasarkan arah kebijaksanaan tersebut, maka tujuan pembanguan rumah susun adalah:
1. Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat;
2. Untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang;
3. Untuk meremajakan daerah-daerah kumuh;
4. Untuk mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan;
5. Untuk mendorong pemukiman yang berkepadatan penduduk
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
Pemerintah diharapkan untuk berusaha meningkatkan pemahaman terhadap kondisi sosial dan ekonomi permukiman kumuh dan rumah-rumah liar, sedangkan sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,
1. pasal 27 yaitu :
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kualitas permukiman;
(2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Berupa kegiatan-kegiatan : perbaikan atau pemugaran; peremajaan; pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan;
(3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.
2. pasal 28 yaitu : (1) Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni; (2) Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat, melaksanakan program peremajaan lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni; (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
HUKUM PERIKATAN UNDANG-UNDANG
Definisi
Suatu perikatan dapat lahir karena perjanjian ataupun karena undang-undang. Perikatan yang timbul karena Undang-Undang ialah perikatan yang lahir dari undang undang karena akibat dari perbuatan manusia, jadi bukan orang yang berbuat itu menetapkan adanya perikatan, melainkan UU yang menetapkan adanya perikatan. Dalam perikatan yang timbul dari UU, tidak berlaku asas kontrak seperti halnya yang ada pada perikatan yang timbul dari perjanjian.
Suatu perikatan yang bersumberkan dari perjanjian lahir karena hal tersebut memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian sedangkan perikatan yang bersumberkan dari undang-undang lahir karena kehendak pembuat undang-undang dan diluar kehendak para pihak yang bersangkutan.
Perbedaannya yang menonjol adalah pada sumbernya, jadi perikatan yang timbul karena UU walaupun tidak ada kesepakatan antara para pihak, perikatan ini tetap berlaku. ( tidak berlaku asas kontrak) sedangkan perikatan yang timbul dari perjanjian, perikatan itu ada apabila sudah ada perjanjian antara para pihak (berlaku asas kontrak). Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal-hal. Perjanjian dapat berupa lisan atau tulisan namun pada masa ini untuk kepentingan para pihak dan untuk mengurangi kemungkinan adanya kesulitan dalam proses pembuktian apabila di kemudian hari terjadi sengketa, dalam membuat suatu perjanjian biasanya dilakukan secara tertulis dalam bentuk kontrak yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan
Perbuatan melawan hukum
Pasal 1365 :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1365 KUH Perdata menentukan bahwa :
“Setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.
Syarat-syarat tersebut ialah :
- Perbuatan itu harus melawan hukum.
- Harus ada perbuatan yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negative, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat.
- Ada kerugian.
- Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian.
-
Ada kesalahan (schuld)
perbuatan melawan hukum kemudian diartikan tidak hanya perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah tertulis, yaitu:
Ada kesalahan (schuld)
perbuatan melawan hukum kemudian diartikan tidak hanya perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah tertulis, yaitu:
- perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku dan
- melanggar hak subyektif orang lain tetapi juga
- perbuatan yang melanggar kaidah yang tidak tertulis, yaitu kaedah yang mengatur tata susila,
-
kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta benda warga masyarakat.
DAFTARPUSTAKA
http://www.academia.edu/23284803/PERIKATAN_YANG_TIMBUL_KARENA_UNDANG-UNDANG
https://www.bphn.go.id/data/documents/92uu004.pdf
kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta benda warga masyarakat.
DAFTARPUSTAKA
http://www.academia.edu/23284803/PERIKATAN_YANG_TIMBUL_KARENA_UNDANG-UNDANG
https://www.bphn.go.id/data/documents/92uu004.pdf
UNDANG-UNDANG PERATURAN PEMBANGUNAN
Reviewed by Asrul Sani Saputra
on
04.22
Rating:
Post a Comment