ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PROYEK REKLAMASI TELUK JAKARTA
REKLAMASI TELUK JAKARTA
Seperti yang saya kutip dari http://trtb.pemkomedan.go.id dimana
reklamasi memiliki pengertian sebagai kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai di wilayah tersebut
dan juga dimanfaatkan untuk keperluan konservasi wilayah pantai.
Karena
kelangkaan lahan yang ada di daerah Jakarta maka di lakukan pengembangan proyek
reklamasi, proyek reklamasi di tujukan untuk mengembangkan suatu wilayah yang
ada di daerah Jakarta utara karena daerah tersebut masih tertinggal jika di
bandingkan dengan empat wilayah lain. Untuk memuluskan rencana tersebut,
disahkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995. Namun, munculnya dua kebijakan ini
“menabrak” Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005. Di dalam dokumen
RUTR tersebut tidak disebutkan mengenai rencana reklamasi.
Pelaksanaan Proyek Reklamasi
Teluk Jakarta
Salah satu proyek reklamasi yang sedang berjalan di
Indonesia yaitu proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta. Proyek reklamasi
tersebut bertujuan untuk menata kembali kawasan Pantai Utara dengan cara
membangun kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai waterfront city.
Reklamasi pantai utara akan menimbun laut Teluk Jakarta seluas 2.700 ha. Dasar
hukum dari proyek ini ialah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yang
memberikan kewenangan kepada Gubernur DKI untuk menyelenggarakan reklamasi
kawasan Pantai Utara Jakarta. Reklamasi ini memiliki tiga kawasan, yaitu
wilayah barat yang diperuntukan untuk sektor perumahan, wilayah tengah yang
dikembangkan menjadi kawasan bisnis, serta wilayah tengah yang pengolahan
sampah dan perindustrian.
Namun, proyek reklamasi memiliki dampak sosial terhadap
masyarakat di sekitarnya. Reklamasi mengakibatkan hilangnya mata pencaharian
ribuan pembudidaya ikan dan nelayan yang selama ini memanfaatkan Teluk Jakarta.
Walaupun pemerintah menyediakan rumah susun bagi nelayan sebagai ganti rugi,
namun hal tersebut tidak menggantikan kerugian dari hilangnya mata pencaharian
karena proyek reklamasi. Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta belum bisa
mengantisipasi perubahan penggunaan lahan dalam proyek reklamasi.
Aktor yang pertama kali terlibat adalah Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta sebagai pengusung proyek ini. Tujuan mereka untuk
mengadakan proyek ini adalah menjadikannya sebagai mesin pertumbuhan daerah.
Dengan membawa konsep water front city, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta akan
mempunyai lahan yang bisa mengundang para investor untuk berinvestasi. Mulai
dari investasi properti sampai mendirikan pabrik. Dengan banyaknya investasi
yang akan terjadi dalam kawasan reklamasi ini, maka akan menaikkan pertumbuhan
ekonomi Provinsi DKI Jakarta.
Aktor yang akan diuntungkan dengan adanya proyek reklamasi
ini adalah para pengembangnya. Seperti kita ketahui, dari 17 pulau yang akan
dibuat, 15 pulau dibuat oleh para pengembang. PT Pelindo, PT Manggala
Krida Yudha, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Propertindo, PT Muara Wisesa
Samudra, dan PT Kapuk Naga Indah yang mendapatkan izin untuk menggarap proyek
Reklamasi Pantai Jakarta.
PT Pelindo dan PT Jakarta Propertindo diberikan izin untuk
membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di wilayah Reklamasi Pantai Utara
Jakarta.[5] KEK nantinya akan dijadikan jalur logistik.
Dengan adanya jalur logistik, akan mempermudah arus keluar masuk barang ke DKI
Jakarta. Dengan begitu, ongkos investasi di DKI Jakarta menjadi murah. Hal
tersebut akan menarik para investor dan menambah pendapatan Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta dan PT Pelindo sendiri.
Sementara itu, PT Manggala Krida Yudha akan membangun rumah
pompa di kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Rumah pompa ini anntinya
berfungsi unutk mengatasi banjir di kawasan Sunter dan Pademangan, Jakarta
Utara. Pembangunan rumah pompa dibangun dengan anggaran mencapai Rp 1 Triliun.
PT Kapuk Naga Indah memiliki izin pelaksanaan atas pulau C, D, dan E yang
berada di sisi paling barat yang berfungsi untuk membangun pengolahan air
limbah dan sebuah pantai.
PT
Muara Wisesa Samudra yang merupakan anak perusahaan dari Agung Podomoro Group
akan membangun Pluit City, pusat perkantoran, rekreasi, hotel, dan perumahan.
Tujuan dibangunnya Pluit City adalah membuka banyak langan pekerjaan. Menurut
Kepala Agung Podomoro Group, proyek Pluit City sarat modal dan tenaga kerja dan
bisa mengatasi permasalahan perlambatan ekonomi yang akan memperburuk situasi
ekonomi.
Setiap ada proyek mesin pertumbuhan pastinya terdapat klaim
bahwa pertumbuhan ekonomi dapat membuat lapangan pekerjaan bagi masyarakat
disekitarnya. Ini lah yang dibicarakan oleh
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan para pengembang bahwa proyek Reklamasi
Pantai Utara Jakarta dapat menyediakan lapangan kerja bagi para penduduk di
kawasan Jakarta Utara sehingga menciptakan peningkatan taraf hidup penduduk.
Namun, hal tersebut yang belum dirasakan oleh masyarakat di kawasan tersebut.
Ekonomi pesisir yang paling terancam karena pelaksanaan
proyek pembanguann Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Kelompok pesisir yang paling
dirugikan dalam proyek pembangunan reklamasi ini ialah nelayan. Semenjak
dimulainya proses pembangunan reklamasi ini, sebanyak 12 ribu nelayan akan
terkena dampaknya. Mereka kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayan karena
akses terhadap laut yang biasa didapat sekarang dihalang oleh proyek-proyek
reklamasi pantai utara Jakarta. Bahkan, banyak nelayan yang merugi karena
proyek ini beralih profesi lainnya. Efek dari banyaknya nelayan yang beralih
profesi bisa membuat distribusi ikan di Provinsi DKI Jakarta berpotensi akan
berkurang. Proyek reklamasi ini juga menyebabkan sebagian besar permukiman di
kawasan sekitarnya harus tergusur. Di kawasan barat pantai, sekitar 737.300
jiwa harus dipindahkan. Di kawasan tengah ada 452.000 jiwa. Sementara itu,
kawasan timur ada 670.000 orang.
Dari fakta-fakta diatas membuktikan bahwa Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta dan pengembang proyek Reklamasi yang paling mendapatkan
keuntungan melalui kebijakan pemerintah. Mesin pertumbuhan yang mereka buat sangat
menguntungkan kedua belah pihak. Sementara itu, masyarakat di sekitar proyek
mesin pertumbuhan terkena dampak negatif. Nelayan dan masyarakat di sekitar
proyek harus direlokasi dari wilayah mereka. Banyak nelayan juga beralih
profesi dikarenakan akses ke laut menjadi susah ketika proyek ini berjalan.
Memang dengan dibangunnya reklamasi akan menunjang
pertumbuhan ekonomi kota. Tetapi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta tidak bisa
mengatasi dampak sosial yang terjadi akibat proyek reklamasi. Pemerintahan Provinsi
DKI Jakarta dan pengembang hanya memberikan solusi bahwa nantinya proyek ini
akan memberikan lapangan kerja dan kamjuan ekonomi bagi masyarakat. Tapi untuk
mengantisipasi dampak sosial yang terjadi ketika pembangunan proyek reklamasi
belum dilakukan oleh mereka. Seharusnya mereka memberikan alternatif-alternatif
lahan untuk mereka beraktivitas menjadi nelayan seperti biasa. Pemerintah telah memutuskan
menghentikan sementara proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Penyebabnya karena adanya
tumpangtindih peraturan. Tumpang tindihnya peraturan
dinilai menjadi penyebab tidak adanya kewajiban yang jelas terkait perizinan
yang harus dipenuhi sebelum penerbitan izin pelaksanaan. Setidaknya ada empat
peraturan yang saling tumpang tindih dalam proyek reklamasi Teluk
Jakarta. Peraturan itu adalah :
- Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang reklamasi Pantai Jakarta
- Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek punjur
- Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 tentang reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Keci
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.
Kementrian Lingungan Hidup dan
Kehutanan mengungkapkan temuan-temuan mencengangkan dalam proses dan
pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Dari soal perizinan tak lengkap, sampai
sumber-sumber pasir urukan tak jelas asal usul. Beragam temuan inilah yang
mendorong, penghentian sementara proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta ini.
Hal ini terungkap kala Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta,
Rabu (20/4/16).Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
mengatakan, KLHK diminta studi komprehensif di lapangan terhadap reklamasi
pantai Jakarta dan review ketentuan terkait.
Dari pertemuan-pertemuan, analisis
dokumen AMDAL dan turun ke lapangan,
KLHK menemukan beberapa fakta. Dari sisi dampak lingkungan,
rekomendasi-rekomendasi KLHK dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
2011, banyak belum dilaksanakan. Dia
mencontohkan, soal kerusakan lingkungan di sumber tanah urukan tak dibahas
dalam KLHS. Soal pencemaran di Teluk
Jakarta dan sungai, rekomendasi KLHK terhadap KLHS, lewat penanganan limbah
terpadu di air permukaan dan pengelolaan sedimentasi. Begitu juga soal
degradasi ekosistem pesisir dan mangrove, belum ditangani. Indikasi muncul,
katanya, mangrove tertekan dan makin hilang. “Di Muara Angke, indikasi
lapangan, ada kemungkinan mangrove mati karena air tersumbat. Alur air laut tak
jalan baik.”
Catatan KLHK, katanya, Amdal
reklamasi, ada yang sudah jadi, sedang dilaksanakan, selesai dan masih rencana.
Namun, AMDAL infrastruktur, untuk jempatan, jaringan listrik, pengolahan
limbah, dermaga, maupun gedung-gedung baik hotel, sampai pemukiman, tak ada. “Pulau
D reklamasi sudah terbangun, sudah banyak infrastruktur dan gedung-gedung.
Dalam catatan kami tanpa dilengkapi Amdal,
UKL/UPL dan izin lingkungan. Bahkan tak ada IMB.” KLHK juga mengkaji
kelengkapan Amdal berdasarkan enam kriteria, ternyata banyak tak masuk kajian.
Enam kriteria itu, yakni ketersediaan air bersih, kegiatan vital yang akan
terpengaruh, banjir, kebutuhan bahan bangunan, dan keberadaan PLTU Muara Karang
dan PLTU Tanjung Priok. Serta kabel dan pipa bawah laut terancam terganggu. “Kami
identifikasi sampai Pulau N. AMDAL lemah betul. Tentang kesediaan air bersih
tak dikasih pada seluruh dokumen AMDAL,” katanya. Mengenai kegiatan vital yang
akan terpengaruh seperti listrik, gas dan lain-lain, ternyata tak dikaji.
“Kecuali Pulau G dan H memang disebutkan dan menimbulkan dampak penting. Banjir
Pulau H-L tak dikaji,” katanya. Sama
juga soal pemenuhan kebutuhan bahan urukan, keseluruhan pulau tak melakukan
kajian.
Mengenai PLTU Muara Karang dan
Tanjung Priok, Pulau C,D dan E, I, L, tak dikaji. Hanya Pulau G dan H melakukan
kajian dalam AMDAL dan disebutkan menimbulkan dampak penting. “Mereka katakan,
kabel-kabel kalau bisa digeser. Kalau gak bisa, pulau yang
digeser. Rata-rata tak dikaji (dalam Amdal pulau).” KLHK, katanya, juga melakukan kajian
menyeluruh sebagai satu ekosistem, baik Jakarta mapun Tangerang. Dalam
penelitian aspek lingkungan dari dokumen Amdal, kata Siti, konflik kabel,
Tangerang dan Jakarta, tak ada kajian.
Soal limpasan sedimen terhadap
ekosistem terumbu karang, Tangerang mencatat timbulkan dampak penting tetapi
tak masuk kajian di Pulau F dan G. Mengenai dampak sedimentasi terhadap sentra
perikanan di Teluk Jakarta dan Pelabuhan Marina, juga tak dikaji. “Dampak
sedimentasi muara sungai dan perendaman air tawar di kawasan reklamasi,
Tangerang catat dampak penting. DKI tak mengkaji.” (lihat grafis) Dari
lapangan, katanya, KLHK juga menemukan beberapa fakta seperti, reklamasi di
Pulau C dan D. Saat ini, luas Pulau C 109 hektar dan Pulau D 300 hektar, sudah
memiliki izin lingkungan untuk reklamasi tetapi pembangunan di lahan reklamasi
tak ada izin lingkungan. Di Pulau D, katanya, sudah terbangun sekitar 104 ruko
dan beberapa rumah tinggal.
DAMPAK DARI REKLAMASI TELUK JAKARTA
Berikut adalah beberapa analisis dampak dari reklamasi teluk
Jakarta:
1. Proyek
reklamasi di Teluk Jakarta tak layak dari aspek lingkungan.
Beberapa
pakar di Jepang saat pertemuan di kongres kelautan Asia Timur di Vietnam menyesal
melakukan reklamasi, jadi di Indonesia sebaiknya juga dihentikan. Jika proyek
reklamasi ini tetap diteruskan, lanjutnya, dapat berdampak pada kematian
makhluk hidup di dalam laut dan penurunan kecepatan arus yang membuat sirkulasi
air tidak berjalan lancar. Reklamasi Teluk Jakarta juga dinilai tidak
bermanfaat bagi lingkungan. Hal ini mempertegas informasi bahwa ada yang
menyebut reklamasi bisa mengurangi banjir. Malah bisa memperparah, tidak ada
manfaat bagi lingkungan sama sekalli. Dari sisi lingkungan reklamasi tidak bisa
mencegah ada banjir di pesisir, mengurangi sendimentasi di sungai dan kualitas
air di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat dengan laporan kesimpulan Danish
Hydraulic Institute (DHI) pada 2011 yang menjadi konsultan Kementerian Luar
Negeri dalam mengkaji dampak lingkungan dari terbentuknya 17 pulau reklamasi
tersebut. Dokumen ini dengan jelas, reklamasi membuat terjadi perlambatan
kecepatan arus, material lama tertinggal, sendimentasi logam berat, sehingga
yang ada ini makin memperparah pencemaran dan sedimentasi. Selain itu juga
dapat dipastikan, akibat lanjutan dari reklamasi dapat membunuh biota di
sekitar wilayah tersebut. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat yang
berprofesi sebagai nelayan, yang juga menjadi korban dari segi sosial proyek
reklamasi. Masalahbsosial lainnyanadanya sekitar 18 ribu nelayan plus anak buah
kapal, tidak mudah merelokasi mereka.
2.
Bahaya Tanah ReklamasiTanah
Reklamasi sangat rentan terhadap
likuifaksi selama gempa bumi yang dapat memperkuat jumlah kerusakan yang
terjadi pada bangunan dan infrastruktur. Subsidence adalah masalah lain, baik
dari pemadatan tanah pada lahan diisi, dan juga ketika lahan basah diapit oleh
tanggul dan dikeringkan untuk polders dan rawa dikeringkan akhirnya akan
tenggelam di bawah permukaan air di sekitarnya, meningkatkan bahaya dari
banjir.
3.
Peninggian Air Laut
Peninggian muka air laut karena area
yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi
daratan. Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan
tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman
banyak yang mati, area persawahan sudah tidak bisa digunakan untuk bercocok
tanam, hal ini banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir pantai. Peninggian
muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah
menjadi daratan. Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya
rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman
banyak yang mati, area persawahan sudah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam,
hal ini banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir pantai.
4.
Musnahnya flora dan fauna
Musnahnya tempat hidup hewan dan
tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu, apabila gangguan
dilakukan dalam jumlah besar maka dapat mempengaruhi perubahan cuaca
serta kerusakan planet bumi secara total. Pencemaran laut akibat kagiatan di
area reklamasi dapat menyebabkan ikan mati sehingga nelayan kehilangan lapangan
pekerjaan.
5.
Terganggunya siklus hidrologi
Wilayah pantai yang semula merupakan
ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena akan
dimanfaatkan kegiatan privat. Dari sisi lingkungan banyak biota laut yang mati
baik flora maupun fauna karena timbunan tanah urugan sehingga mempengaruhi
ekosistem yang sudah ada. System hidrologi gelombang air laut yang jatuh
ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan
daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga
kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir
atau rob karena genangan air yang banyak dan lama.
6.
Aspek ekologi dan ekosistem
Wilayah pantai yang kaya akan
keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan.
Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga apabila
terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan
berubahnya keseimbangan ekosistem. Ketidakseimbangan ekosistem perairan pantai
dalam waktu yang relatif lama akan berakibat pada kerusakan ekosistem wilayah
pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai.
7.
Meningkatnya potensi banjir
Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi
pantai adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut
dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan
reklamasi tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian,
komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai
dan merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan
semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut
SUMBER:
Asballah, Raja., 2003, Hubungan Reklamasi Pantai dengan Komponen Perkembangan
Bengen G, Dietriech., 2001, Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut, Sinopsis, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor
Sunarto, 2000, Kausalitas dan Equilibirium Dinamik sebagai Paradigma Pengelolaan Ekosistem Pesisir, dalam Prosiding Makalah Penunjang dalan Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai dan Pulau-Pulau Kecil dalam Konteks Negara kepulauan,Badan Penerbit Fak. Geografi UGM, Yogyakarta
http://www.sinarharapan.co.id. Reklamasi Pantura Jakarta, Berkah atau Bencana?
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-821-pengertian-reklamasi-tujuan-dan-sistem-reklamasi.html#
ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) PROYEK REKLAMASI TELUK JAKARTA
Reviewed by Asrul Sani Saputra
on
00.10
Rating:
Post a Comment